BENGKALIS, jurnalpolri.com | Ricuhnya soal fee bagi hasil tanaman kehidupan dari PT. Arara Abadi Distrik II Duri yang diberikan kepada beberapa oknum Sakai hingga kini belum menuai titik terang.
Ditambah lagi adanya pendapat Sutrisno dari Humas PT. Arara Abadi Distrik II Duri di salah satu media online tentang penyerahan fee bagi hasil tanaman kehidupan itu semakin memicu adrenalin dari Pelimo Debalag Sakai Provinsi Riau Kawasan Bathin 8 dan 5.
Selaku Pelimo Debalag Sakai, Syafrin sangat menyayangkan pernyataan Humas PT.AA itu di salah satu media online.
“Kami sangat sayangkan pernyataan atau keterangan pihak PT Arara Abadi melalui Humasnya bernama Sutrisno, mengenai fee bagi hasi tanaman kehidupan tersebut,” ujar Syafrin kepada wartawan pada Jumat (8/10) kemarin.
Kata Syafrin, fee bagi hasil tanaman kehidupan tidak cuma anak perusahaan Sinarmas akui tanah ulayat. Kesimpulan dari keterangan yang saya kutip adalah pemberian fee bagi hasil tanaman kehidupan bentuk kerja sama perusahaan dengan desa.
“Mesti diketahui dan dipahami, di wilayah satu desa masyarakatnya beragam suku. Namanya masyarakat beragam suku di satu desa, khawatir bakal menuntut bagiannya. Saya khawatir, pernyataan yang disampaikan pihak PT.Arara Abadi lewat Humasnya, Sutrisno tersebut, bakal memicu konflik antar suku dan konflik lainnya lainnya disebabkan fee bagi hasil tanaman kehidupan.
“PT Arara Abadi memberikan fee bagi hasil tanaman kehidupan lantaran adanya tuntutan masyarakat sakai agar tanah ulayat bekas perladangan, belukar dan bekas tempat perburuan leluhur sakai dikembalikan kepada masyarakat sakai. Terus, pihak perusahaan dinilai merayu sejumlah oknum sakai agar mau menerima uang fee bagi hasil, sebagai pemicu mulai terpecah belah masyarakat sakai,” jelasnya.
Saya masih ingat saat pertemuan kami dengan pihak PT Arara Abadi pada 18 Mei 2018 lalu, di Surya Hotel Duri Kecamatan Mandau, yang dihadiri Kementerian KLHK Jakarta Pusat.
Saya saat itu pertanyakan kepada pihak perusahaan atas dasar apa pemberian fee bagi hasil tanaman kehidupan kepada salah satu oknum sakai. Pihak PT Arara Abadi menjelaskan, berdasarkan surat pengecekan Areal tahun 2001 silam oleh PT Arara Abadi dan para perwakilan suku sakai lahan seluas 7,158,26 hektar terdapat belukar hutan alam, tebangan dan lain-lain. Bahkan didalam areal tersebut ada perkuburan tetua sakai sebanyak 37 kuburan. Cukup jelas, pemberian fee bagi hasil berdasarkan hak atas tanah ulayat masyarakat suku Sakai.
“Kita minta pihak perusahaan lewat Humasnya Sutrisno meralat pernyataan yang ditulis di salah satu media online tersebut. Apalagi fee bagi hasil tanaman kehidupan tersebut telah memicu kisruh. Kami minta PT Arara Abadi angkat kaki dari tanah peninggalan kakek-nenek kami dan tanah peninggalan leluhur kami.”
Bila itu tidak diindahkan, saya Pelimo Debalag (Panglima Debalang) sakai bakal gelar aksi damai ke kantor PT Arara Abadi, dan Insya Allah melibatkan seluruh suku sakai yang berada di Bathin 8 dan 5, tapi masih menungu langkah-langkah prosedural lebih dulu, tegas Syafrin.